Mendengar Koran, Menonton Radio, Membaca Televisi

Selalu saja berita duka. Selalu saja bencana. Apakah negeri ini memang ditakdirkan demikian? Semoga saja tidak. Tapi mengapa berita duka dan bencana yang selalu menghiasi koran, radio, dan televisi? Jika bukan alam yang membuat duka, manusianyalah yang membuat bencana. Jika alam membuat gempa bumi, banjir, longsor, tsunami, angin ribut, dan kawan-lawannya, manusia tak mau kalah menciptakan kerusuhan, pertikaian, peperangan, keributan, kelaparan, pembunuhan, korupsi, dan teman-temannya.

Apakah tidak ada waktu sejenak untuk berdamai? Berdamai dengan alam, berdamai dengan sesama? Tidak bosankah kita untuk terus hidup seakan berada di “negeri bencana” ini? Rasa-rasanya tak ada yang ingin untuk terus dalam situasi ini.

Negeri ini kaya. Negeri ini indah. Negeri ini makmur. Jika dan hanya jika kita mau dan mampu membuatnya demikian. Itulah sebenarnya yang selalu didambakan, oleh kita dan oleh orang-orang sebelum kita, para pendiri republik ini. Maka hadirlah slogan dan julukan Gemah Ripah Loh Jinawi, Tata Tentrem Kerta Raharja, Bhinneka Tunggal Ika, Zamrud Khatulistiwa, dan lain-lainnya. Apakah slogan itu kini hanya tinggal sekedar slogan saja?

Selamat hari Nyepi dan Tahun Baru Saka 1930. Shanti, shanti, shanti (damai, damai, damai). Dan semoga damai itu selalu ada bersama kita…

One thought on “Mendengar Koran, Menonton Radio, Membaca Televisi

  1. yah… pilihan emang susah…. trus… apa bedanya meng”iman”i sesuatu dengan tidak bisa meneria kenyataan.. sumtimes we trapped in between… stuck in the middle… mana piliahn yang harus diambil??? aku nggak pinter nulis.. ni lagi belajar pke wordpress… jadi muuph klo aneh…

Leave a comment